“Sang Kupu-Kupu”
yang
terus mengepakkan sayap indahnya
ditengah cibiran, hujatan dan pujian
Profil pribadi
Mochammad Ngemron dilahirkan di Juwangi pada 7 April 1947, setelah menamatkan SR beliau mengenyam pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMP) di Kota Yogyakarta setelah menamatkan pelajaran SMP, beliau melanjutkan pendidikan ke SMA Pendidikan Islam Republik Indonesia (PIRI), saat itu beliau mengikuti pamannya yang berada di Yogyakarta. Pendidikan sejak kecil yang ditanamkan oleh Ayahnya (dikenal dengan sebutan Kyai Tlawah) yang tidak lain seorang tokoh agama setempat, membawa Moch. Ngemron kecil tumbuh sebagai remaja yang gemar mendalami ilmu agama dan aktif di organisasi kepemudaan yang bernafaskan Islami. Menurut keterangan dari Bp. Djoko Koentjoro, diceritakan semenjak usia SMP Bp. Mochammad. Ngemron sudah dikenal sebagai aktivis dan tokoh dari Organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII) Kota Yogyakarta saat itu. Ditambahkan oleh salah seorang putra angkat beliau Mas Sriyono, beliau aktif di Organisasi PII semenjak SMP sampai dengan beliau duduk di bangku kuliah di Universitas Gajah Mada.
Mochammad Ngemron dilahirkan di Juwangi pada 7 April 1947, setelah menamatkan SR beliau mengenyam pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMP) di Kota Yogyakarta setelah menamatkan pelajaran SMP, beliau melanjutkan pendidikan ke SMA Pendidikan Islam Republik Indonesia (PIRI), saat itu beliau mengikuti pamannya yang berada di Yogyakarta. Pendidikan sejak kecil yang ditanamkan oleh Ayahnya (dikenal dengan sebutan Kyai Tlawah) yang tidak lain seorang tokoh agama setempat, membawa Moch. Ngemron kecil tumbuh sebagai remaja yang gemar mendalami ilmu agama dan aktif di organisasi kepemudaan yang bernafaskan Islami. Menurut keterangan dari Bp. Djoko Koentjoro, diceritakan semenjak usia SMP Bp. Mochammad. Ngemron sudah dikenal sebagai aktivis dan tokoh dari Organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII) Kota Yogyakarta saat itu. Ditambahkan oleh salah seorang putra angkat beliau Mas Sriyono, beliau aktif di Organisasi PII semenjak SMP sampai dengan beliau duduk di bangku kuliah di Universitas Gajah Mada.
Pada
tahun 1975 setelah berhasil menyelesaikan kuliah di Universitas Gajah Mada
sebagai Sarjana Psikologi. Beliau sempat terlibat pada proyek penanganan
pembangunan Waduk Gajah Mungkur. Pada tahun 1980 beliau mulai pindah dan
bertempat tinggal di Desa Tegalgondo masuk di wilayah Delanggu, Klaten. Pada
tahun-tahun ini beliau sudah berhasil menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan
status Dosen yang dipekerjakan (ditugaskan) di IKIP Muhammadiyah Surakarta.
Pada tahun-tahun tersebut merupakan tahun mulai dirintisnya pendirian
Universitas Muhammadiyah Surakarta, akhirnya pada tahun 1983 Bp. Mochammad
Ngemron dan rekan-rekan sejawatnya Psikolog mulai merintis beridirinya Fakultas
Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampai dengan saat ini Bp. Mochammad
Ngemron tercatat tidak hanya sebagai perintis namun juga pengembang dari
Fakultas Psikologi yang didirikan olehnya. Sejak tahun 1992 sampai dengan 1998
beliau menjabat sebagai dekan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Mas Ngemron dan putra |
Bp.
Mochammad Ngemron menikah dengan Ibu Misriyati Marmini pada tahun 1980, dari
perkawinannya beliau dianugerahi dua putera yaitu Wahid Husni Utomo,S.Pd. (Gugud)
dan Muhammad Isnain Wiyasatama, ST. (Wiwis). Selain putra kandung beliau juga
memiliki cukup banyak putra angkat. Dua diantaranya yang kita kenal adalah Mas
Sriyono dan Michael Waldow. Mas Gugud saat ini dinas di Blora sebagai Guru
Olahraga, Mas Wiwis sebagai staff PJB (Pembangkit Jawa Bali) yang sedang
bertugas di Muara Enim, Palembang. Mas Sriyono sebagai dosen di Universitas
Trunojoyo, Madura (saat ini sedang menyelesaikan program doktoral di
Universitas Gajah Mada) dan Michael Waldow yang tinggal di Belanda.
Makam Bp.Moch.Ngemron di Tegalgondo,Delanggu |
Pada tahun
1992 Bp. Mochammad Ngemron pindah dari Desa Tegalgondo dan mulai tinggal di
Desa Lemusir, Pabelan, Kartasura, dekat dengan Kampus Universitas Muhammadiyah
Surakarta tempat beliau mengadi sebagai tenaga pengajar pada universitas
tersebut. Pada tahun 2013 seiring dengan betambahnya usia, maka kesehatan Bp.
Mocahmmad Ngemron dan Istri Misriyati Marmini semakin menurun. Keduanya
memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM),Hipertensi dan Jantung. Pada tanggal 28 Juli 2013 setelah mendapatkan
perawatan intensif di RSUD Dr. Moewardi Solo, Ibunda dari Mas Gugud dan Mas
Wiwis harus berpulang ke Rahmatullah meninggalkan Bp. Mochammad Ngemron. Pasca
berpulangnya istri terkasih, terlihat kegamangan beliau seperti kurang
bersemangat dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Berbagai support dan
dukungan moril terus diberikan kepada beliau baik itu dari pihak keluarga maupun
kolega-kolega beliau untuk membangkitkan semangat beliau. Pada awal tahun 2014,
kondisi kesehatan beliau semakin membaik. Bahkan pada waktu itu berbagai
kegiatan Pencak Silat diikuti dan digelar di rumah beliau di Lemusir. Menurut
penuturan Bp. Sumina Danunagara, di awal tahun rentang bulan Januari sampai
dengan Februari beliau sangat bersemangat sekali untuk membagikan berbagai
keilmuwan beliau mulai dari keilmuwan trap I sampai dengan keilmuwan trap II
Setia Hati.
Prosesi Pemakaman Bp.Moch.Ngemron |
Berita mengejutkan datang di tanggal 3 Maret 2014, beliau dilarikan
ke RS Dr.Oen Sawit Boyolali dikarenakan jatuh pingsan terkena serangan jantung.
Setelah melalui obeservasi dan dinyatakan keadaan semakin memburuk, maka beliau
dipindahkan ke RS Dr.Oen Solobaru pada tanggal 4 Maret 2014 dan langsung
mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU. Setelah mendapatkan perawatan
secara maksimal akhirnya pada hari Rabu dini hari tanggal 5 Maret 2014 Bp Drs.H.Mochammad
Ngemron, M.S.Psi menghembuskan nafas terakhirnya di dunia. Beliau dimakamkan di
pemakaman umum Desa Tegalgondo, Delanggu,Klaten berdekatan dengan makam istri
terkasihnya yang telah mendahului beliau. Pada prosesi pemakaman beliau,
terlihat banyak sekali tamu yang datang mulai dari para aktifis dan praktisi
pencak silat, praktisi Yoga, para budayawan, agamawan yang mengiringi kepergian
beliau. Para praktisi silat yang hadir selain dari kalangan internal
Persaudaraan Rumpun Setia Hati, hadir pula beberapa pengurus IPSI Kota
Surakarta dan beberapa tokoh dari aliran SH lainnya seperti Bp. Trinowo (Ketua
PB Persaudaraan Setia Hati), Bp. Djoko Koentjoro, Bp. Slamet Riyadi (keduanya
merupakan Dewan Sepuh Persaudaraan SH Pilangbango), Mas Abas Nurhadi
(Magelang), Bp. Arti Siswoyo (Jakarta), beberapa Kadang sepuh SH Terate
Yogyakarta seperti Bp. Sulardjo, Bp.Djoko Sumaryono (Semarang) dan beberapa
sesepuh SH Terate Solo seperti Bp. Trimin, Bp. Arif Hudayanto, Bp. Mandiono,
Mas Mamok (Karanganyar).
1. Dunia Persilatan
Bp.
Mochammad Ngemron pertama kali belajar pencak sejak kecil diajarkan langsung
oleh ayahnya yang dikenal sebagai Kyai Tlawah. Menurut Bp. Djoko Koentjoro,
Kyai Tlawah tidak hanya tokoh desa setempat beliau juga memiliki beberapa
keilmuwan yang bersifat kanoman (kanuragan). Setelah berpindah ke Yogyakarta
untuk melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) beliau mulai
mengenal silat dan belajar silat aliran Setia Hati. Pertama kali belajar silat
beliau pernah dilatih oleh Mas Sis dan Mas Warno (Bausasran) keduanya merupakan
kadang SH Terate Yogyakarta. Seperti remaja kebanyakan Mochammad Ngemron kecil
pun pernah memiliki fase-fase kenakalan, diceritakan oleh Bp. Djoko Koentjoro
saat itu Bp.Warno sudah menyerah dan tidak sanggup dengan ndablegnya Mochammad
Ngemron kecil saat itu. Atas ijin Bp. Salyo (sesepuh SH Terate Yogyakarta)
akhirnya Bp. Warno menyerahkan kepada Bp. Djoko Koentjoro untuk melanjutkan
pelatihan Mochammad Ngemron.
Proses
pelatihan dengan Bp.Djoko Koentjoro saat itu dimulai pada tahun ± 1964. Setelah
dua tahun dibimbing oleh Bp. Djoko Koentjoro, pada tahun 1966 beliau diantar
oleh Bp. Djoko Koentjoro untuk dikecer di Madiun. Pasca dikecer di tahun 1966
beliau diminta oleh Bp Djoko Koentjoro untuk membantu mengembangkan SH Terate
di Yogyakarta, dikarenakan Bp. Djoko Koentjoro sendiri sudah mulai disibukkan
dengan jadwal kuliah di Universitas Gajah Mada saat itu dan ingin fokus dalam
kuliahnya. Bp. Mochammad Ngemron sendiri mulai aktif mengembangkan SH Terate di
Yogyakarta dari rentang 1966 s.d 1973. Pada tahun-tahun tersebut Bp. Mochammad
Ngemron melatih di daerah Macanan dekat tempat tinggal beliau di Yogyakarta. Pada tahun
1973, setelah mengantarkan beberapa siswanya untuk dikecer di Madiun, salah
satunya adalah Mas Djoko Sumaryono pada tahun 1974 Bp. Mochammad Ngemron mulai
mengurangi kegiatannya untuk melatih silat dan fokus pada pendidikan beliau di
Universitas Gadjah Mada yang saat itu sudah memasuki tingkat III. (saat itu
belum ada istilah semester, 1 Tingkat sama dengan 2 semester saat ini). Beberapa
siswa beliau yang kita kenal saat ini diantaranya Bp. Sulardjo (Lempuyangan)
dan Bp. Djoko Sumaryono (Semarang). Sedangkan menurut Bp. Sulardjo beberapa
rekan seangkatan yang juga pernah dilatih Bp. Mochammad Ngemron di tahun 1968 diantaranya
Mas Peni (alm), Mas Sugeng (Mataram,Lombok), Mas Ngaib, Mas Triyono (alm).
Tiga Serangkai pelestari ajaran Bp.Hasan Djojoadisuwarno |
Hubungan yang sudah sangat lekat antara
Bp Djoko Koentjoro dan Bp Moch.Ngemron saat itu, menjadikan masing-masing
memiliki hubungan istimewa dengan keluarga besar masing-masing. Saat itu
diceritakan Bp. Djoko Koentjoro dianggap sebagai anak dari Kyai Tlawah (Ayah
Bp. Moch. Ngemron) dan Bp. Moch.Ngemron juga sudah dianggap anak oleh KRHT.
Kusumatanaya seorang ahli spiritual yang sangat di hormati di Kasunanan maupun
Puro Mangkunegaran pada masanya (Ayah dari Bp. Djoko Koentjoro). Keduanya lalu
bertemu dan berkenalan dengan Bp. Hasan Djojoadisuwarno, dan mendalami Ilmu
Setia Hati dibawah bimbingan beliau. Pada Tahun 1970 Bp Djoko Koentjoro
mempersunting putri dari Bp. Hasan Djojoadisuwarno, hal ini tentu saja semakin
mempererat hubungan keduanya tidak hanya sebatas Guru-Murid / kadhang
sepuh-kadang anem melainkan hubungan antara ayah dan anak, tidak hanya Bp.
Djoko Koentjoro sebagai putra mantu, tetapi juga Bp. Mochammad Ngemron yang
tidak lain sudah dianggap adiknya sendiri. Dalam perjalanan waktu, Bp.
Mochammad Ngemron semakin dekat hubungannya dengan Bp Hasan Djojoadisuwarno
(nyantrik) dan alhasil Bp. Mochammad Ngemron dikecer Trap II (Tweede Trap) di Kartasura di kediaman
Bp. Hasan Djojoadisuwarno dengan disaksikan oleh Bp Murtadji Wijaya *penuturan
dari saksi mata langsung Bp. (Alm). Peter Suwarno (Cokrotulung). Dan pada tahun
± 1984 Bp Moch.Ngemron disahkan/dikecer Trap III (derde trap) oleh Bp Hasan
Djojoadisuwarno di Kartasura dengan disaksikan oleh Bp. Murtadji Wijaya dan Bp.
Djoko Koentjoro.
Pada
bulan April Tahun 1988, Bp. Mochammad Ngemron mengikuti Bp Hasan
Djojoadisuwarno ke Cilacap untuk melakukan keceran. Pada tahun ini ditengarai
sebagai proses awal merapatnya SH PSC dari Jalur Bp. Hasan Djojoadisuwarno
untuk bergabung dengan Persaudaraan Setia Hati yang saat itu dipimpin oleh Bp.
Mashadi sebagai ketua umum. Pada keceran di Bulan April tahun 1988 dan Bulan
Juni 1988 di Cilacap saat itu juga dihadiri Bp. Mashadi, dan beliaunya
menyampaikan saat itu menerima murid-murid Bp Hasan untuk melakukan
penggabungan (unifikasi) dengan Persaudaraan Setia Hati.
Hubungan dengan
Pengurus Besar Persaudaraan Setia Hati tetap berlanjut meskipun pada tahun 1989
Bp. Hasan Djojoadisuwarno meninggal dunia. Proses penggabungan dengan
Persaudaraan Setia Hati dilanjutkan oleh Bp. Mochammad Ngemron sebagai amanat
dari Bp Hasan, yaitu memperdalam keilmuwan Setia Hati yang diajarkan oleh Bp.
Munandar. Proses penggabungan ini akhirnya secara resmi diterima oleh PB
Persaudaraan Setia Hati dengan dikeluarkannya Surat Keputusan pada tahun 1994.
Setelah sekian tahun bersama di penghujung tahun 2012, perbedaan pendapat
semakin memuncak hal ini dikarenakan perbedaan kultur antara PB Persaudaraan
Setia Hati yang dipimpin oleh Bp Trinowo dengan Bp. Mochammad Ngemron akhirnya
muncullah Surat Keputusan (SK) dari PB Persaudaraan Setia Hati yang menganulir
keanggotaan eks SH PSC dari Bp Hasan Djojoadisuwarno. Keputusan yang diambil
oleh PB Persaudaraan Setia Hati ternyata tidak serta merta didukung oleh
beberapa Cabang Persaudaraan Setia Hati. Tercatat 18 Cabang dari Persaudaraan
Setia Hati justru memberikan dukungan moral kepada Bp. Mochammad Ngemron dan
mendorong untuk segera membentuk wadah baru. Dengan berbekal perasaan legawa
dan dalam rangka menjaga amanat dari Bp. Hasan Djojoadisuwarno serta didukung
sepenuhnya oleh 18 Cabang Persaudaraan Setia Hati.
Maka pada tanggal 23 Juni
2013 bertempat di Kota Surakarta, diselenggarakanlah Kongres yang diikuti oleh
18 Cabang Persaudaraan Setia Hati untuk membentuk wadah baru yang diberi nama
Persaudaraan Rumpun Setia Hati dan menetapkan Bp. Drs. H. Mochammad Ngemron,
MS.Psi (Kanjeng Pangeran Yogiswara Suryadiningrat) sebagai pendiri.
Keceran Thn'88 di Cilacap dihadiri Bp. Mashadi |
Pendiri Persaudaraan Rumpun Setia Hati |
2.. Akademisi ,Budayawan dan Tokoh
Lintas Agama (Kerukunan Antar Umat Beragama)
a.
Akademisi
Bp. Moch.Ngemron dan Michael W |
Tidak
hanya dikenal sebagai ahli ilmu Psikologi, Bp. Mochammad Ngemron juga memilikli
wawasan yang luas di bidang Filsafat. Hal ini terlihat ketika beliau sudah
memasuki purna tugas (pensiun) sebagai dosen tetap, beliau pun masih diminta
sebagai pengajar Mata Kuliah Filsafat di Fakultas Psikologi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
b.
Budayawan, Yogi, dan Tokoh Lintas
Agama (Kerukunan Antar Umat Beragama)
KP Yogiswara Suryadiningrat |
Di
Kota Surakarta sosok Bp. Mochammad Ngemron dikenal juga sebagai seorang
budayawan. Beberapa kali saya pernah bertemu beliau dalam dialog budaya dan
filsafat yang ada di Kota Surakarta. Bahkan di rumah beliau di Desa Lemusir,
Pabelan juga rutin digelar beberapa kegiatan yang bersifat nguri-nguri (melestarikan-red) budaya jawa seperti karawitan, dialog /sarasehan budaya jawa seperti medhar
Serat Wulangreh, Wedhatama, dan berbagai serat serta suluk. Kegiatan karawitan
yang ada di Lemusir, Pabelan biasanya diisi dan diikuti oleh warga sekitar
Pabelan. Sedangkan kegiatan dialog/sarasehan budaya Jawa diikuti oleh berbagai
orang dari beberapa tempat di Kota
Surakarta yang dikenal dengan kelompok Yogiswaran.
Tidak
hanya kegiatan karawitan dan pencak silat, di Pabelan semasa Bp. Mochammad Ngemron
masih sehat, beliau juga membuka training
Yoga bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di masa hidupnya beliau
dikenal sebagai seorang Yogi/ Ahli Praktisi Yoga di Kota Surakarta, ibarat pepatah buah jatuh
tak kan jauh dari pohonnya putra-putra beliau seperti mas Wahid Gutomo (Gugud)
dan Mas Sriyono pun juga dikenal sangat menggemari olahraga ini, menurut penuturan Mas Gugud acapkali mereka
berdua juga mengajar para mahasiswa untuk latihan Yoga jika Bp. Mochammad
Ngemron sedang berhalangan hadir atau sedang ada kesibukan di luar.
aktif mengajarkan Yoga pada Mahasiswa |
Meskipun dikenal
sebagai seorang yang memiliki pengetahuan luas, tidak semua orang bisa menerima
pemikirannya, misalnya tentang tafsir hukuman Potong tangan dalam Islam sebagai
pencuri, menurutnya perintah itu tidak serta merta harus memotong tangan namun
yang dipotong adalah komunikasi perbuatannya agar tidak lagi mencuri sehingga
harus dihukum diberi pelajaran. ”Begitu
juga dengan hukuman potong lidah bukan berarti lidahnya yang dipotong tapi
komunikasinya yang dipotong agar jangan banyak omong. Saya mungkin disalahkan
banyak orang tapi bagi saya Islam itu agama yang penuh kasih sayang bukan agama
yang sadis” (Solopos,27/05/2011). Contoh-contoh pemikiran seperti yang
telah dikemukakan yang membedakan beliau dan karena hal inilah pemikiran-pemikiran
beliau ini dapat diterima oleh para pemeluk agama lainnya dan sering terlibat
dalam dialog antar umat beragama lainnya. Beliaupun juga dikenal baik oleh para
komunitas Penghayat Kepercayaan, sebagai seorang yang mampu mengurai
petuah-petuah jawa yang biasa dikenal dengan gugon tuhon namun dapat dijabarkan
secara rasional (kasunyatan).
Secuil
biografi singkat ini merupakan permulaan untuk menyusun sejarah tentang sosok
pendiri Persaudaraan Rumpun Setia Hati yaitu Bp. Drs. H. Mochammad Ngemron, MS.Psi.
dan titik tolak untuk mengurai tentang gagasan-gagasan beliau mengenai
ungkapan-ungkapan / filosofi hidup yang diajarkan. Dari secuil cerita ini
menggambarkan sosok beliau dimana sampai akhir hayatnya terus melestarikan dan mengembangkan Pencak Silat yang sudah menjadi
bagian dari diri dan kehidupannya namun tidak lupa untuk tetap berkarya memberikan
andil dan warna di dalam kehidupan sesuai dengan jalur keilmuwan yang
dimiliki..#Urip iku Urup
“saya
tidak ingin berteriak agar orang-orang mendatangi saya, sama seperti bunga
mawar yang indah dan wangi yang juga tak pernah berteriak namun justru banyak
kumbang berdatangan menyerap madunya” (Mochammad Ngemron, 2011)
Terima kasih atas data yang diberikan kepada :
1. Wahid Husni Utomo, S.Pd (Putra)
2. Bp. Djoko Koentjoro (Jaten)
3. Bp. Djoko Sumaryono (Semarang)
4.Bp.Sulardjo (lempuyangan)
5. Bp. Kresna Budaya (Boyolali)
6.Bp. Pri yanto (Palembang)
7.Bp. Sumina Danunagara (Surakarta)
Dan sumber-sumber internal :
1. Kangmas Edi R
2. Kangmas Sugeng
3. Kangmas Galing Bondan Tanaya
4. Kangmas Aryo Subroto
5. Bp. (Alm) Warno (Cokrotulung)
6. Kangmas Sriyono
6. Kangmas Sriyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar