Selasa, 23 Agustus 2016

PENCAK 4 JAM (kembali) MENEGUHKAN ISTIMEWA

Aksi Pesilat dari Persaudaraan Rumpun Setia Hati dalam Pencak 4 Jam
Masih dalam suasana menyambut hari kemerdekaan, 20 Agustus 2016 kemarin Monumen Serangan Oemom (SO) 1 Maret kembali menjadi saksi keistimewaan Yogyakarta. Jika di masa lampau Monumen SO didirikan untuk memperingati perjuangan para pahlawan dalam meneguhkan kedaulatan NKRI, maka pada hari sabtu lalu (20/08/2016) Monumen SO menjadi saksi perjuangan para praktisi silat tradisi untuk meneguhkan kembali akar budaya Indonesia yaitu Pencak Silat. ± 500 pendekar dari 33 Perguruan Silat di Yogyakarta dan diluar Yogyakarta saling bergotong-royong, bahu-membahu membangun semangat kebersamaan, kekeluargaan dan keindahan Pencak Silat yang dikemas dalam suatu pertunjukan seni.
Beragam aliran silat bisa kita nikmati, mulai dari maen poekoelan permainan khas betawi yang diwakili dari Tenabang dan Beksi, permainan silat buhun (sunda) yang diwakili maenpo cikalong, syahbandar, gerak gulung budi daya, permainan silat kalimantan diwakili oleh Kuntao Patikaman, Permainan silat madura dipresentasikan oleh Cakra-V, Permainan silat mataraman yang diwakili oleh aliran Tejakusuman seperti Perpi Harimurti, POPSI Bayu Manunggal, dan masih ada beberapa aliran lain dari Yogyakarta seperti Bangau Putih, Wahyu Sejati, Bhineka Tunggal Sakti, PSTD dan Satriatama. Ada juga aliran Setia Hati yang diwakili oleh Persaudaraan Rumpun Setia Hati (PRSH), SH Tunas Muda Winongo dan SH Pilangbango (PSHP), permainan silat dari dataran dieng Wonosobo dipresentasikan oleh Krida Yudha Sinalika, permainan silat dari lereng ungaran diwakili oleh Tunggal Dulur dan beberapa perguruan besar yang sudah kita kenal namanya seperti Merpati Putih, Perisai Diri, Tapak Suci, Pagar Nusa, IKS PI Kera Sakti dan Persinas ASAD pun tak ketinggalan untuk terlibat dalam kegiatan di akhir pekan lalu. Tidak hanya dari Pencak Silat, beberapa beladiri lain pun terlibat dalam kegiatan yang bertajuk Pencak 4 Jam kemarin seperti Capoeira, Ninjutsu, Aikido, Piper dan tenaga dalam Asyaba.
Maenpo Cikalong sedang memeragakan permainannya
Kegiatan Pencak 4 Jam yang diselenggarakan oleh Paseduluran Angkringan Silat (PAS), Tangtungan Project yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Yogyakarta dan IPSI Kota Yogyakarta benar-benar meneguhkan keistimewaan Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai salah satu pusat budaya di Indonesia. Banyak cerita istimewa yang terjadi dalam gelaran tersebut, diantaranya 1) kegiatan yang digelar pada titik 0 Km tersebut dapat menarik animo masyarakat Kota Yogyakarta dan wisatawan yang sedang menikmati liburan di Kota Yogyakarta dari sore hingga malam para penonton berjubel sambil menikmati “Angkringan” gratis yang disediakan panitia. 2) Pencak 4 Jam ibarat seperti mini maps nya aliran silat di Indonesia, dari gelaran sabtu lusa lalu kita bisa melihat beragam permainan seperti betawen, sunda, kuntao tanpa harus kita mendatangi satu-satu ibaratnya seperti “one stop shopping”, 3) berkumpulnya para pendekar untuk saling menekan egosentris perguruan dan bersama “meneguhkan” Pencak Silat sebagai akar budaya bangsa tentu saja perlu kita berikan apresiasi setinggi-tingginya, 4) gelaran kemarin pun menyimpan kisah heroik perjuangan adik-adik PRSH dari MTS El-Bayan Majenang yang harus berganti sampai dengan 3 moda transportasi dikarenakan adanya kerusakan teknis pada bus yang akan digunakan untuk menuju Yogyakarta hanya demi penampilan 3 menit yang sudah lama dipersiapkan, 
Tapak Suci Yogyakarta sedang memeragakan aksinya
5) dalam pagelaran yang ditunjukkan, kita pun bisa melihat suatu “anti tesis” antar aliran silat misal permainan unik Maenpo Cikalong yang digawangi oleh Abah Azis Asyari’e dengan permainan syahbandar dari Bp. Bambang Kurniawan. Meskipun keduanya sama-sama melestarikan permainan sahbandar, maenpo cikalong identik dengan menempel agar kaidah-kaidah didalamnya dapat dilakukan (Madi, Sahbandar, Kari) sedangkan Sahbandar yang diperagakan oleh Bp Bambang Kurniawan dengan rasa anggang atau dengan tidak menempel atau tanpa ada kontak dari lawan. 6) berkumpulnya para tokoh masyarakat Kota Yogyakarta memberikan tanggapan terkait kegiatan ini pun juga merupakan hal yang menarik, karena Pencak Silat dapat menyedot perhatian beliau-beliau dan kita berharap tentunya pemikiran-pemikiran dan kontribusi terhadap pengembangan Pencak Silat dapat bertambah khususnya di Kota Yogyakarta. 7) di sekitaran area Monumen SO, masing-masing membentuk lingkaran-lingkaran kecil dimana terjadi interaksi antar pesilat untuk saling bertukar ilmu antar aliran, tentu saja ini pemandangan yang indah dan sangat dibutuhkan kedewasaan dari masing-masing pribadi para pendekar.
Setelah serangkaian acara pagelaran dan seremoni, akhirnya acara ditutup dengan sajian dahsyat dangdut koplo sebagai pemuncak acara, tak ayal penonton pun semakin puas dengan rangkaian kegiatan yang disajikan....Singkat cerita Jogja Istimewa...Pencak Silat (kembali) Meneguhkan ke-Istimewaan Yogyakarta....tepat rasanya jika ada lirik dari Group Hiphop Jogja Foundation “Jogja...Jogja...tetap istimewa...Jogja Istimewa untuk Indonesia
Animo Masyarakat Yogyakarta..larrrrr byasah