Kamis, 05 Juni 2014

Pencak Malioboro Festival III-(TESTIMONI)



 
Panji-panji dari Berbagai Perguruan/Organisasi Pencak Silat Peserta PMF III
 “Pencak Silat Jaya....Persaudaraan Istimewa....” pekik ribuan pendekar menggema di Bumi Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya pada tanggal 1 Juni 2014 kemarin. Meskipun sudah hampir 1 minggu berlalu, gelegar suara para pendekar-pendekar penggiat Pencak Silat masih terngiang di telinga saya...Ya itulah pekik dari 5000-an pendekar peserta Pencak Malioboro Festival (PMF) ke III yang diselenggarakan oleh Paseduluran Angkringan Silat (PAS) Yogyakarta. Sebuah komunitas dari para penggiat Pencak Silat di Kota Yogyakarta, kumpulan dari beberapa perguruan dan atau organisasi Pencak Silat di Kota Gudeg tersebut. Gelaran PMF III kali ini diselenggarakan sejak tanggal 31 Mei s/d 1 juni 2014, diawali dengan pembukaan dan Bazar yang di pusatkan di Pasar Ngasem, dilanjutkan dengan pelbagai acara menarik seperti Lomba Koreografi Gerak Pencak Silat, Lomba Fotografi, Oong Maryono award’s dan puncaknya Parade / Kirab Pencak Silat yang diikuti oleh seluruh para peserta di sepanjang Jl. Malioboro. “SPEKTAKULERRRRRRR......” inilah satu kalimat yang menurut saya untuk menggambarkan rangkaian acara tersebut. Kenapa??? Mari kita renungkan sejenak...”Pencak Silat sebagai warisan budaya asli Bangsa Indonesia, seolah-olah  sudah tidak bertuan di rumah sendiri. Dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, hampir semua yang kita temui kegiatan ekstrakurikuler diisi dengan beladiri dari luar. Bahkan dengan aparat Keamanan kita pun, sebagai olahraga beladiri wajib juga dari luar,  Jong mo do misalnya. Kalau pun kita melihat pencak silat, saat ini lebih banyak berkembang pada jenis pertandingan atau pembibitan atlet. Berbeda halnya dengan Pencak Silat yang masih menonjolkan tradisi nya hampir susah ditemui, kalaupun ada justru seringnya di “bully” sebagai pemain kethoprak....” Right???
Bp. Djoko Sumaryono (koleksi foto : Syarif Prasetyo A)
Gagasan tentang adanya PMF sangat menarik, sebuah ide kreatif dan jenius yang mampu mengangkat kembali keagungan Pencak Silat di rumah sendiri. Kegiatan-kegiatan seperti PMF inilah yang menjadi perimbangan bagi perkembangan pencak silat di Indonesia, sekaligus sebagai wadah pengembangan diri bagi para pesilat-pesilat yang memang mengambil jalur “tradisi”. Paseduluran Angkringan Silat (PAS) Ngayogyakarta sebagai suatu komunitas dapat memposisikan diri sebagai stake holder bagi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) sebagai lembaga resmi yang paling bertanggung jawab dalam perkembangan pencak silat di Indonesia. Pembibitan generasi muda dan mencetak atlit-atlit unggulan yang mampu menjaga nama baik Indonesia, dalam berbagai gelaran event Pencak Silat baik nasional, regional Asia Tenggara dan Dunia tentu sangat menyita perhatian dari IPSI. Pada kekosongan inilah saudara-saudara dari PAS mampu hadir dan mengisi kekosongan yang ada dengan menggelar kegiatan “Kolosal Pencak Silat” dalam tajuk Pencak Malioboro Festival
Partisipasi Pagar Nusa dalam PMF (Koleksi : Aryo Subroto)

Penampilan Atraktif Garuda Jisai (Koleksi Foto : Aryo Subroto)
Team KPSN ikut memeriahkan PMF

Sebuah gelaran yang  mampu menghadirkan Pencak Silat dalam sisi yang berbeda dan dengan segala turunannya. Dimulai dari Perguruan / Organisasi yang masih menonjolkan sisi “ketradisionalannya”, sampai dengan perguruan yang menjadikan pernafasan dan tenaga dalam sebagai menu utama dibanding gerak pencak itu sendiri. Pengemasan acara dalam bentuk masif dan kolosal mampu menampilkan pencak silat sebagai kesatuan yang utuh sebagai perwujudan cipta, rasa dan karsa. Kesuksesan dari PAS Yogyakarta dalam menampilkan wujud pencak silat sebagai satu kesatuan utuh, ketika berhasil meyakinkan dan mengundang organisasi/pencak silat dari pelbagai tempat, misalnya dari Betawen, Jawa Baratan dengan diwakili dari permainan cimande dan cikalong, Melayu diwakili dengan adanya Kuntau, Permainan Silek Minang diwakili dari Permainan Stiralak/sterlak, Mataraman yang di dominasi dari berbagai Perguruan yang ada di Jogjakarta, dan masih banyak yang lainnya misalnya dari aliran Setia Hati (SH) yang saya amati dihadiri oleh 4 perwakilan yaitu SH Terate, SH Tunas Muda Winongo, Persaudaraan Rumpun Setia Hati dan SH Pilangbango.  
Permainan Fort De Kock PRSH (Koleksi Foto : Aryo Subroto)
Abah Aziz A demonstrasi Permainan Cikalong
Kesuksesan PAS dalam menggelar acara ini tidak hanya mampu menampilkan Pencak Silat dalam wujud utuh, namun juga keberhasilan mereka dalam menggandeng peranan pemerintah dalam hal ini Pemprov Yogyakarta. Malioboro sebagai pusat wisata belanja di Kota Yogyakarta, dikemas dalam wujud yang berbeda. Tidak hanya wisata belanja, namun para wisatawan disuguhi dengan pagelaran event kreatif yang berbasis salah satu warisan budaya bangsa yaitu Pencak Silat. Sekali lagi kejeniusan, para penggagas dalam hal ini PAS Yogayakarta ketika menggelar acara ini pada bulan-bulan yang merupakan siklus peak seasons dalam kunjungan pariwisata di Kota Yogyakarta. Hal ini tentu mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung bagi penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta. Melihat fakta ini maka tidak heran jika kegiatan yang diselenggarakan oleh Paseduluran Angkringan Silat (PAS) Yogyakarta mendapat dukungan penuh dari Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pelajaran yang bisa saya petik dari penyelenggaraan Pencak Malioboro Festival adalah sebagai berikut :
1.      Pencak Silat sebagai warisan budaya asli Indonesia yang memiliki nilai-nilai heritage (tangible maupun intangible) ketika diolah oleh tangan-tangan kreatif maka dapat dijadikan sebagai industri kreatif yang mampu mendatangkan PAD dan berkontribusi nyata dalam kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara 

Penampilan Teatrikal SH Terate Undip (Koleksi : Syarif Prasetyo A)
2.      Pencak Silat ketika dikemas dalam wujud pertunjukan “Kolosal Pencak Silat” dapat menunjukkan ke-khas-an nya. Keragaman aliran pencak silat dan segala turunannya di Indonesia dengan sendirinya dapat berbicara tentang “kehebatan” seni beladiri yang dimiliki oleh Indonesia 
Pesilat KPSN dalam PMF III (Koleksi Foto : Aryo S)
3.      Pencak Malioboro Festival dapat dijadikan sebagai sanggahan atas maraknya pemberitaan miring tentang Pencak Silat, misalnya sering tawuran, bentrokan antara massa dsb. Karena dalam gelaran ini tidak hanya melibatkan massa dalam jumlah besar, namun juga dihadiri oleh beberapa Organisasi/Perguruan Pencak Silat yang tentunya sangat rentan dengan gesekan, namun semuanya dapat terselenggara dengan baik.

Sambung Rasa
Sekali lagi event  Pencak Malioboro Festival memberikan penggambaran yang sangat positif terhadap Pencak Silat. Gelaran ini lebih mendekatkan diri kepada masyarakat tentang pengenalan pencak silat. Terlepas dari pelbagai kekurangan teknis, kegiatan ini patut di apresiasi setinggi-tingginya sebagai event kreatif berbasis Pencak Silat. Selamat dan sukses untuk Paseduluran Angkringan Silat (PAS) Yogyakarta...Gerakan untuk me- “RUMAH”- kan kembali Pencak Silat di Indonesia tentu sangat didukung oleh Masyarakat Pencak Silat di Indonesia....
Salam.....
Pencak Silat Jaya.....Persaudaraan Istimewa....